Aliansi Perempuan Indonesia menggelar aksi tabur bunga di depan Polda Metro Jaya pada Rabu, 12 September, untuk menuntut pembebasan Direktur Lokataru, Delpedro Marhaen, serta kawan-kawan yang saat ini ditahan. Aksi ini dipandang sebagai langkah simbolis untuk mengekspresikan keberatan terhadap penahanan yang dinilai tidak adil.
Massa berkumpul dengan menaburkan bunga dan membentuk tulisan ‘Bebaskan Kawan Kami’ di depan pintu gerbang Polda. Mereka juga membawa poster dengan beragam tuntutan, seperti ‘Tarik Mundur TNI dan Polri’ serta ‘Keadilan Untuk Korban’, yang menggarisbawahi kebangkitan gerakan solidaritas di tengah penegakan hukum yang dipertanyakan.
Dalam aksi ini, juru bicara Aliansi Perempuan Indonesia, Mutiara Eka Pratiwi, menekankan pentingnya memantau situasi para aktivis yang ditangkap, tidak hanya di wilayah Jakarta, tetapi juga di berbagai daerah lain di Indonesia. Ini mencerminkan keseriusan mereka untuk memperjuangkan hak-hak politik dan kebebasan berpendapat.
Penjelasan Mengenai Aksi Tabur Bunga oleh Aliansi Perempuan Indonesia
Mutiara Eka Pratiwi mengungkapkan bahwa tujuan dari aksi tabur bunga ini adalah untuk menekankan bahwa demonstrasi bukanlah tindakan makar atau terorisme. Menurutnya, protes yang diadakan oleh masyarakat adalah bentuk kepedulian terhadap berbagai isu sosial yang tidak pernah ditangani secara serius oleh pemerintah.
Bunga-bunga yang ditabur dalam aksi tersebut melambangkan simbol harapan dan penegasan hak asasi manusia. Dengan demikian, kegiatan ini menjadi medium untuk menyuarakan keprihatinan terhadap keadilan dan transparansi di negeri ini.
Aksi ini juga mengundang perhatian publik akan nasib para demonstran yang ditangkap. Mereka berusaha menyampaikan bahwa setiap suara yang berani menentang ketidakadilan adalah hak sipil yang harus dihargai oleh negara.
Tuntutan Aliansi Perempuan untuk Pembebasan Aktivis
Melalui aksi ini, Mutiara dan anggota lainnya mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk bertindak cepat dalam membebaskan seluruh aktivis dan demonstran yang ditangkap. Menurut Mutiara, kebebasan tersebut tidak boleh disertai syarat yang memberatkan bagi mereka.
Dia menegaskan bahwa penangkapan yang terjadi tidak hanya berfokus pada Jakarta, tetapi juga melibatkan banyak daerah lain, yang menunjukkan bahwa gelombang penangkapan terjadi secara sistematik. Tuntutan ini menjadi penting untuk menjaga hak-hak setiap individu dalam berpendapat.
Dalam pandangannya, situasi ini menciptakan ketakutan di kalangan masyarakat yang ingin menyuarakan isi hatinya. Oleh karena itu, pembebasan tersebut sangat mendesak untuk dilakukan demi kepentingan demokrasi di Indonesia.
Profil Para Tersangka dan Kasus Penghasutan pada Demonstrasi
Polda Metro Jaya telah menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan penghasutan yang terkait dengan gelombang demonstrasi sebelumnya. Mereka termasuk Delpedro Marhaen sebagai admin akun media sosial, yang diduga memiliki keterkaitan dalam penyebaran informasi yang dianggap meresahkan.
Keenam tersangka tersebut terdiri dari individu-individu yang aktif di platform media sosial dan berperan dalam penyampaian informasi seputar isu-isu sosial. Ini menunjukkan bahwa penggunaan media baru telah menjadi senjata dalam perjuangan politik dan aktivisme di era modern.
Selain Delpedro, terdapat beberapa nama lain yang juga terlibat, seperti Muzaffar Salim dan Syahdan Husein, yang masing-masing berperan sebagai admin akun media sosial terkait aksi demonstrasi. Situasi ini mengundang berbagai spekulasi mengenai penggunaan kekuasaan yang terjadi dalam penegakan hukum.