Raja Keraton Yogyakarta, yang juga berfungsi sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, akan melakukan perjalanan ke Solo, Jawa Tengah, pada Selasa. Kunjungan ini dilakukan untuk memberikan penghormatan terakhir kepada almarhum Raja Keraton Surakarta, Pakubuwono XIII, yang meninggal dunia pada hari sebelumnya.
Sultan menyampaikan bahwa perjalanan ke Solo ini adalah sebuah tanggung jawab untuk meneruskan tradisi saling menghormati di antara dua keraton, dimana keduanya memiliki hubungan yang kuat dan saling menghargai warisan budaya masing-masing.
Sebagai bagian dari proses penghormatan, Sultan HB X juga mengungkapkan rasa duka cita yang mendalam atas kepergian Pemimpin Keraton Kasunanan Surakarta tersebut. Tradisi ini merupakan wujud solidaritas antar keraton yang telah berlangsung bertahun-tahun.
Pentingnya Tradisi dalam Masyarakat Keraton
Tradisi dan adat istiadat memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat keraton di Yogyakarta dan Solo. Keraton bukan hanya sekadar institusi kekuasaan, tetapi juga merupakan pusat budaya dan spiritual yang menjaga nilai-nilai serta norma-norma yang telah ada sejak lama.
Dalam konteks ini, kematian Raja Keraton Surakarta bukan hanya peristiwa pribadi, tetapi dapat mempengaruhi banyak aspek kehidupan masyarakat. Kunjungan Sultan ke Solo merupakan simbol solidaritas, penghormatan, dan persatuan antarkerajaan.
Tradisi ini diikuti dengan ketentuan bahwa Keraton Yogyakarta tidak akan membunyikan gamelan selama masa berkabung, yang menjadi bentuk penghormatan tertinggi bagi almarhum. Hal ini menunjukkan betapa dalamnya hubungan antara kedua keraton.
Rincian Pemakaman PB XIII yang Diberitakan
Raja Pakubuwono XIII direncanakan akan dimakamkan di Kedhaton Girimulyo, kawasan pemakaman yang juga menjadi tempat peristirahatan dua raja sebelumnya, yakni Pakubuwono X dan XI. Lokasi ini memiliki makna historis bagi masyarakat Keraton Surakarta, yang menjadikan setiap proses pemakaman sebagai momen sakral.
Makam PB XIII akan menjadi bagian dari sejarah baru yang terintegrasi dengan lokasi pemakaman kerabatnya. Dengan demikian, pemakaman ini tidak hanya melanjutkan tradisi tetapi juga menegaskan ikatan sejarah yang telah terjalin.
Slamet Santosa, Camat Imogiri, menjelaskan bahwa persiapan untuk pemakaman sudah dimulai sejak jauh-jauh hari. Hal ini mencakup semua aspek kebutuhan untuk prosesi yang sesuai dengan adat, termasuk penggalian liang lahat untuk jenazah.
Persiapan Pemakaman dan Upacara Tradisional
Sebelum prosesi pemakaman berlangsung, tradisi serah terima jenazah akan dilakukan dengan khidmat. Jenazah PB XIII dijadwalkan tiba di Imogiri pada Rabu, di mana serangkaian upacara akan diadakan. Rangkaian upacara ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memberikan penghormatan terakhir secara langsung.
Selama proses tersebut, jenazah akan diistirahatkan dalam Bangsal Palereman, sebuah bangunan yang didedikasikan untuk sementara waktu sebelum pemakaman dilakukan. Dalam konteks ini, istilah “dilerenke” digunakan untuk menggambarkan tindakan merelaksasi jenazah sebelum proses selanjutnya.
Ada banyak persiapan yang harus dilakukan oleh para abdi dalem, termasuk penyediaan keranda dan busana untuk jenazah. Semua harus dilakukan dengan seksama, mengingat betapa pentingnya momen ini bagi seluruh masyarakat.







