Evakuasi korban akibat gedung ambruk di Pondok Pesantren Al Khozyni, Buduran, Sidoarjo, berlangsung dengan menggunakan alat berat. Proses ini dimulai pada Kamis (2/10), dan hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dalam konferensi pers di Posko SAR Gabungan. Kejadian tragis ini menimbulkan kepedihan mendalam bagi banyak pihak dan menjadi sorotan di media.
Lebih dari itu, sebelum alat berat dikerahkan, petugas dari berbagai lembaga yang terlibat dalam pencarian sudah melakukan serangkaian asesmen dan berkomunikasi dengan keluarga para korban. Hal ini dilakukan untuk memastikan tindakan yang diambil selaras dengan harapan keluarga yang kehilangan santri.
Dalam konferensi pers, Pratikno menyatakan bahwa pendekatan dialog dan komunikasi penting untuk memastikan keluarga para santri paham mengenai situasi terkini. Proses ini memperlihatkan betapa pentingnya menjaga hubungan dengan keluarga selama masa-masa sulit seperti ini.
Upaya Evakuasi dan Prosedur Pencarian Korban
Pada hari pertama evakuasi, lima unit alat berat dikerahkan untuk melakukan pencarian. Tim SAR Gabungan melakukan berbagai upaya untuk mengecek kemungkinan adanya korban terjebak di reruntuhan. Meskipun sudah dilakukan berbagai macam asesmen, tidak ada tanda-tanda kehidupan yang terdeteksi selama periode pencarian.
Setelah berkomunikasi dengan keluarga, mereka secara bersama-sama sepakat untuk memulai evakuasi dengan bantuan alat berat. Keputusan ini diambil setelah tidak adanya tanda-tanda kehidupan yang menunjukkan bahwa masih ada korban yang selamat.
Pratikno juga menekankan pentingnya kehati-hatian saat menggunakan alat berat. Meskipun situasi mendesak, keselamatan dalam proses evakuasi tetap menjadi prioritas utama agar tidak menambah jumlah korban atau cedera lebih jauh.
Situasi Keluarga Korban dan Dukungan Emosional
Keluarga para santri yang terdampak sudah diberi penjelasan mengenai keputusan untuk menggunakan alat berat dalam proses evakuasi. Tentu saja, situasi ini sangat emosional bagi mereka, sehingga dukungan dari pihak berwenang menjadi sangat penting. Mereka memerlukan ketenangan dan pengertian selama masa-masa sulit ini.
Dalam suasana yang penuh emosi, Pratikno meminta agar masyarakat turut mendoakan para korban agar ditemukan dalam keadaan selamat. Doa menjadi bagian penting untuk memberikan harapan di tengah kepurukan yang dialami keluarga korban.
Emosi dan harapan bertemu dalam proses ini, di mana keluarga dihadapkan pada dilema antara harapan untuk menemukan santri hidup dan kenyataan yang mungkin tidak bisa diterima. Ini adalah waktu yang sangat sulit, dan dukungan dari semua pihak sangat dibutuhkan.
Kronologi Kejadian Gedung Ambruk yang Menghentak
Kejadian ambruknya gedung di Pondok Pesantren Al Khozyni berlangsung pada Senin (29/9) sore, saat santri sedang melaksanakan Salat Ashar berjemaah. Saat itu, ratusan santri berada di dalam gedung yang masih dalam tahap pembangunan dan perlahan-lahan menjadi trap bagi para korban.
Selama tiga hari operasi pencarian, hingga Rabu (1/10) malam, telah dievakuasi 108 orang. Dari total tersebut, lima orang dilaporkan meninggal dunia, sementara 103 lainnya berhasil diselamatkan meskipun mengalami luka-luka. Ini menunjukkan betapa besar dampak dari kejadian tersebut terhadap komunitas pesantren.
Melihat jumlah korban yang begitu banyak, terutama pada saat acara keagamaan, menciptakan kepanikan baik di dalam dan di luar pesantren. Pihak berwenang berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan kabar terbaru, baik mengenai angka korban maupun langkah-langkah evakuasi yang diambil.