Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah mengeluarkan seruan kepada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) untuk lebih agresif dalam mempercepat perekaman data kependudukan di Indonesia. Menurut Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, tingkat perekaman saat ini baru mencapai 97 persen dari total populasi, dan hal ini harus ditingkatkan untuk mencakup seluruh warga negara.
“Kami mengharapkan agar semua individu yang tinggal di Indonesia terdaftar dalam sistem kami. Target kami adalah 100 persen,” kata Tito dalam Rapat Koordinasi Nasional di Jakarta baru-baru ini. Pernyataan ini menunjukkan urgensi Kemendagri dalam menyelesaikan perekaman data kependudukan secara menyeluruh.
Untuk mencapai target tersebut, Tito meminta agar Dukcapil menyusun berbagai program pendukung, yang akan mendorong percepatan proses pendataan yang lebih efisien. Pendekatan yang digagas adalah metode jemput bola, terutama untuk kelompok masyarakat yang selama ini sulit dijangkau.
Strategi Pencatatan Data Kependudukan yang Efektif dan Inklusif
Tito menegaskan perlunya upaya lebih untuk mengidentifikasi warga negara dan non-warga negara yang berada di Indonesia agar semua dapat terdaftar. Ia juga menyebutkan bahwa kelompok masyarakat adat, golongan prasejahtera, dan tunawisma adalah sasaran utama yang harus diperhatikan dalam proses pendaftaran ini.
“Undang-undang mengamanatkan perlindungan bagi semua masyarakat, termasuk mereka yang dalam kondisi prasejahtera,” tambahnya. Hal ini menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap kelompok yang kurang beruntung dan memerlukan perhatian khusus dalam sistem administrasi kependudukan.
Lebih jauh, Tito juga mencermati tantangan yang dihadapi Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri dalam memperpanjang dokumen kependudukan. Banyak dari mereka harus melakukan perjalanan kembali ke Indonesia untuk memperbarui KTP, yang tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Pentingnya Teknologi Informasi dalam Administrasi Kependudukan
Tito menekankan kepada Dukcapil bahwa penguatan infrastruktur teknologi informasi sangat penting untuk kelancaran pengelolaan data kependudukan. Hal ini mencakup aspek server, penyimpanan data, bandwidth, dan keamanan siber. “Perkuat tata kelola selain infrastruktur IT-nya,” tegasnya saat memberikan arahan.
Data kependudukan dianggap sebagai aset strategis yang harus dilindungi, dan penggunaannya yang luas oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta, menjadi perhatian tersendiri. Data tersebut berfungsi sebagai dasar dalam menyusun Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), yang bertujuan untuk meningkatkan ketepatan penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat.
Apalagi, saat ini banyak bantuan sosial yang disalurkan berdasarkan data kependudukan, sehingga akurasi dalam perekaman menjadi sangat krusial untuk menghindari penyaluran yang tidak tepat sasaran.
Penanganan Darurat untuk Korban Bencana Alam
Dalam pengarahan selanjutnya, Tito menginstruksikan agar jajaran Dukcapil segera memberikan layanan administrasi kependudukan kepada korban bencana seperti banjir dan longsor di sejumlah daerah, termasuk Aceh dan Sumatera Barat. Masyarakat yang terkena dampak memiliki kebutuhan urgent untuk mendapatkan layanan ini sebagai bentuk pemulihan pascabencana.
“Masyarakat di daerah bencana sangat memerlukan layanan administrasi yang cepat dan tepat,” jelasnya. Mendagri juga menekankan pentingnya kehadiran tim Dukcapil di lokasi bencana untuk memberikan pelayanan yang langsung.
Rapat Koordinasi Nasional ini dihadiri oleh berbagai pejabat penting, termasuk Direktur Jenderal Dukcapil dan perwakilan dari lembaga internasional, yang menunjukkan komitmen kolaboratif dalam pendataan kependudukan secara lebih efektif di Indonesia.







