Dua pegawai jasa ekspedisi menghadapi dakwaan serius setelah terlibat dalam aksi demonstrasi yang berujung pada kericuhan. Aksi tersebut, yang terjadi pada bulan Agustus lalu, dibarengi dengan pelanggaran terhadap fasilitas umum dan perlawanan terhadap aparat kepolisian.
Dua terdakwa, Arpan Ramdani dan Muhammad Adriyan, muncul dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menunjukkan bahwa kasus ini telah sampai ke ranah hukum. Mereka menghadapi berbagai tuduhan terkait tindakan yang diambil selama demonstrasi tersebut.
Melalui persidangan, terungkap bahwa tindakan keduanya dipicu oleh konten media sosial. Mereka mengaku mengikuti demonstrasi setelah menyortir paket di tempat kerja mereka, mencerminkan bagaimana isu-isu sosial terkini dapat mempengaruhi tindakan individu.
Proses Hukum dan Kronologi Peristiwa yang Terjadi di Lapangan
Kronologi peristiwa mencatat bahwa setelah melakukan rutinitas kerja, Arpan dan Adriyan memutuskan untuk mengambil bagian dalam demonstrasi di Mako Brimob Kelapa Dua. Keputusan ini diambil setelah sebelumnya terbujuk oleh video di media sosial yang menyerukan demonstrasi tersebut.
Dalam persidangan, jaksa menyatakan bahwa meski Arpan awalnya menolak ajakan Adriyan untuk berpartisipasi, tetapi satu hari setelahnya, mereka berdua sepakat untuk mendatangi lokasi demonstrasi. Hal ini menunjukkan dinamika sosial yang mendorong individu untuk turut serta dalam aksi yang lebih besar.
Setibanya di lokasi, mereka mendapati bahwa aksi demonstrasi telah dibubarkan oleh aparat. Namun, alih-alih kembali, mereka berdua memutuskan untuk bergeser ke lokasi lain di depan Gedung DPR/MPR RI, menunjukkan ketekunan mereka dalam menyuarakan pendapat.
Aksi yang Mengarah ke Kericuhan dan Tindakan Hukum yang Diterapkan
Dalam surat dakwaan, jaksa menggambarkan tindakan Arpan yang mengambil berbagai barang seperti kayu dan alat-alat lainnya untuk digunakan selama demonstrasi. Tindakan ini tidak hanya melanggar hukum, namun juga berpotensi merusak fasilitas publik yang ada di sekitarnya.
Adriyan pun tidak kalah aktif, ia terlihat mencari batu untuk dilemparkan ke arah polisi yang bertugas. Tindakan ini jelas merupakan bentuk perlawanan terhadap aparat hukum, meningkatkan ketegangan dalam situasi yang sudah semakin tidak terkontrol.
Saat keadaan semakin memanas, pihak kepolisian berusaha untuk mengendalikan situasi dengan mengimbau para demonstran untuk menghentikan aksi kekerasan dan bubar. Namun, upaya tersebut tidak diindahkan, dan kerusuhan pun tidak terhindarkan.
Sanksi Hukum dan Pelanggaran yang Terjadi Selama Demonstrasi
Jaksa menuntut Arpan dan Adriyan berdasarkan Pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang berkaitan dengan tindakan kekerasan dan pengrusakan. Ancaman hukuman yang dihadapi bisa mencapai lima tahun penjara, mencerminkan betapa seriusnya dakwaan yang dikenakan.
Selain itu, tindakan mereka juga melanggar sejumlah pasal lain, termasuk kekerasan terhadap aparat, yang menambah kompleksitas situasi hukum yang mereka hadapi. Ini menunjukkan bagaimana tindakan individu dapat berimplikasi jauh lebih luas, tidak hanya bagi diri mereka sendiri tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan.
Berdasarkan fakta di persidangan, kedua terdakwa melawan perintah untuk membubarkan diri meski telah diimbau berkali-kali. Hal ini membawa mereka dalam pelanggaran hukum yang lebih berat, mencerminkan kurangnya tanggung jawab dalam menjunjung hukum yang berlaku.







