Polrestabes Surabaya baru-baru ini mengungkap sebuah jaringan pesta seks yang bernama ‘Siwalan Party’ di sebuah hotel daerah Ngagel, Wonokromo. Kegiatan ini melibatkan 34 orang yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang mencengangkan ini.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Surabaya, AKBP Edy Herwiyanto, menjelaskan bahwa pesta seks ini telah berlangsung sebanyak delapan kali. Pengakuan dari para tersangka menunjukkan bahwa kelompok ini cukup aktif dan terorganisir dalam menjalankan kegiatan mereka.
Menurut informasi yang diperoleh dari sumber kepolisian, nama ‘Siwalan Party’ diambil dari buah siwalan atau lontar. Hal ini menunjukkan adanya upaya untuk menciptakan citra yang menarik sekaligus menggugah rasa ingin tahu para peserta.
Pembongkaran Jaringan Pesta Seks di Surabaya
Polisi mencatat bahwa dari delapan kali perhelatan pesta seks tersebut, tujuh diantaranya dilakukan di hotel yang sama, dengan satu kali di hotel lainnya di pusat Surabaya. Hal ini menandakan bahwa mereka memiliki tempat yang menjadi ‘base camp’ untuk kegiatan ini.
Penyelenggaraan acara ini dipimpin oleh seorang pria berinisial RK, yang berperan sebagai admin utama, didukung oleh tujuh admin lainnya. Semua kegiatan diorganisir dengan rapi dan terencana, menunjukkan ciri khas dari suatu jaringan yang telah beroperasi secara sistematis.
RK tidak berjalan sendiri, dia juga berkolaborasi dengan seorang pendana berinisial MR, yang menanggung biaya untuk seluruh aspek acara. Dari sewa kamar hotel hingga pembelian obat perangsang, MR menyediakan segala kebutuhan untuk memastikan kegiatan ini berjalan dengan lancar.
Peserta Pesta Seks dan Motif di Balik Kegiatan
Menariknya, polisi mengonfirmasi bahwa pesta tersebut tidak melibatkan praktik transaksi pembayaran. Para peserta diizinkan untuk mengikuti acara tanpa biaya, berkat dukungan finansial dari pendana, MR.
Proses pendaftaran peserta dilakukan secara gratis melalui grup WhatsApp dan media sosial lainnya. Kegiatan ini tampaknya lebih didorong oleh pencarian sensasi dan kesenangan, ketimbang keuntungan finansial.
Dalam penelusuran lebih lanjut, terungkap bahwa peserta berasal dari berbagai latar belakang, termasuk ASN, wiraswasta, dan mahasiswa. Hal ini menunjukkan betapa beragamnya kalangan yang terlibat dalam kegiatan ilegal ini.
Konsekuensi Hukum bagi Tersangka dan Partisipan
Aktivitas ilegal yang berhasil dibongkar ini membawa konsekuensi hukum yang serius bagi para tersangka. Pendana MR berpotensi dijerat dengan Pasal 33 juncto Pasal 7 Undang-Undang RI nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi.
Sementara itu, RK sebagai admin utama dapat terancam Pasal 29 juncto Pasal 4 ayat (1) UU RI nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Ini menunjukkan bahwa pihak berwenang mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran hukum ini.
Kemudian, tujuh admin pendukung lainnya juga diancam dengan pasal-pasal yang sama, menunjukkan bahwa rantai hukum tidak hanya menjangkau individu kunci, tetapi juga semua yang terlibat dalam pengorganisasian acara ini.
Peserta yang terlibat dalam pesta ini juga berhadapan dengan ancaman hukum, yang menambah ketegangan dalam situasi ini. Dengan 25 peserta yang terancam Pasal 36 Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi, ini bisa berdampak pada kehidupan mereka di masa depan.
Selain penegakan hukum, Edy menekankan pentingnya pendekatan yang lebih manusiawi. Polisi berencana melibatkan psikiater untuk memperhatikan kondisi psikologis para tersangka, berharap mereka dapat kembali ke kehidupan normal selepas proses hukum.
Ini mencerminkan komitmen pihak kepolisian tidak hanya pada penegakan hukum, tetapi juga pada upaya rehabilitasi bagi mereka yang terlibat. Dengan demikian, selain melakukan tindakan yang diperlukan, pihak berwenang berupaya mengatasi akar masalah dari fenomena yang meresahkan ini.







