Pada 18 November 2025, Rapat Paripurna DPR RI mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi undang-undang baru. Keputusan ini diambil di tengah demonstrasi dan kritik yang datang dari mahasiswa serta berbagai elemen masyarakat sipil yang menolak pengesahan tersebut.
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, mencoba membantah tuduhan bahwa proses pembahasan RKUHAP dilakukan dengan tergesa-gesa. Ia menyatakan bahwa diskusi mengenai RKUHAP ini telah berlangsung selama hampir satu tahun dan melibatkan banyak organisasi masyarakat.
Habiburokhman juga mengklaim bahwa substansi perubahan dalam RUU tersebut didasarkan pada masukan dari masyarakat. Menurutnya, hampir 99,9 persen substansi yang diubah merupakan hasil partisipasi publik.
Polemik di Balik Pengesahan RKUHAP oleh DPR RI
Namun klaim tersebut tak sepenuhnya diterima oleh publik. Koalisi Masyarakat Sipil bahkan melaporkan sebelas anggota Panitia Kerja RUU ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Mereka menuding adanya pelanggaran kode etik terkait proses penyusunan RUU ini.
Koalisi tersebut menyatakan bahwa proses penyusunan RKUHAP tidak memenuhi prinsip partisipasi publik yang seharusnya diutamakan. Mereka bahkan mencatumkan nama-nama mereka dalam penyusunan RUU tanpa persetujuan, yang semakin menambah protes yang diarahkan kepada DPR.
Perubahan dalam RKUHAP ini terdiri dari 14 substansi penting yang mempengaruhi banyak aspek hukum acara pidana. Beberapa poin penting dalam perubahan ini termasuk penyesuaian terhadap hukum acara pidana baru, serta penguatan peran advokat dan hak-hak tersangka.
Detail Rekayasa Hukum dalam RKUHAP Baru yang Perlu Diketahui
Poin perubahan dalam RKUHAP baru antara lain meliputi perlindungan terhadap kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas. Misalnya, perubahan pasal yang memungkinkan penyandang disabilitas memberikan kesaksian tanpa harus melihat peristiwa langsung.
Selain itu, RKUHAP baru juga mengatur perlindungan dari penyiksaan selama proses hukum. Hal ini bertujuan untuk menjaga harkat dan martabat manusia di tengah proses peradilan yang seringkali bersinggungan dengan pelanggaran hak asasi manusia.
Syarat penahanan dalam KUHAP baru juga mengalami perubahan signifikan. Kini penahanan dapat dilakukan tidak hanya berdasarkan kekhawatiran melarikan diri, tetapi juga berdasarkan tindakan yang menghambat proses hukum.
Pentingnya Bantuan Hukum dan Keadilan Restoratif dalam Sistem Peradilan
Dalam RKUHAP yang baru, hak tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum diatur lebih jelas. Pasal-pasal baru menjamin hak tersangka untuk mendapatkan jasa hukum tanpa hambatan.
Keberadaan keadilan restoratif juga menjadi sorotan dalam RKUHAP ini. Keadilan restoratif menawarkan peluang untuk penyelesaian perkara di luar proses pengadilan, guna mencapai penyelesaian yang lebih berdampak pada semua pihak yang terlibat.
Pasal-pasal yang baru mengenai hak advokat mempertegas peran mereka dalam proses hukum. Dalam hukum lama, advokat seringkali berada dalam posisi pasif, sementara dalam KUHAP baru, mereka dapat berperan aktif memperjuangkan hak kliennya.
Proses Pemberlakuan dan Persiapan Implementasi KUHAP Baru
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan bahwa KUHAP baru ini akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026. Dengan diberlakukannya KUHAP ini, diharapkan sistem hukum di Indonesia dapat lebih siap menghadapi tantangan masa depan.
Dalam waktu dekat, pemerintah berkomitmen untuk menyiapkan aturan turunan yang diperlukan untuk implementasi KUHAP yang baru. Diperkirakan setidaknya ada 18 peraturan pemerintah yang harus disiapkan sebelum KUHAP mulai berlaku.
Politikus dari Partai Gerindra menyatakan pentingnya percepatan proses ini demi mencapai tenggat yang telah ditentukan. Persiapan tersebut bertujuan untuk memastikan hal-hal administrasi dan teknis dapat berjalan lancar saat hukum baru diimplementasikan.







