Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, mengalami tragedi yang mengejutkan pada Senin sore, 29 September. Gedung tiga lantai yang juga berfungsi sebagai musala ambruk ketika ratusan santri sedang melaksanakan Salat Ashar berjemaah, menjadikan insiden ini salah satu yang paling memilukan dalam sejarah pendidikan pesantren di Indonesia.
Basarnas telah menyelesaikan proses evakuasi pada Selasa, 7 Oktober, dengan data terbaru menunjukkan 67 korban tewas dan 171 orang berhasil dievakuasi, termasuk 104 santri selamat. Dari total korban meninggal, hanya 34 yang teridentifikasi, sementara banyak keluarga mulai meminta tanggung jawab hukum terkait insiden ini.
Fauzi, seorang keluarga korban, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kelalaian yang mengarah pada tragedi ini harus diproses secara hukum tanpa memandang status sosial. Dia berpendapat bahwa tindakan hukum perlu diambil agar tragedi serupa tidak terulang di masa mendatang.
Tanggapan Keluarga dan Pihak Pondok Pesantren Al Khoziny
Beberapa keluarga santri meminta proses hukum terhadap pihak yang bertanggung jawab, menuntut agar tragedi ini menjadi pelajaran bagi pesantren lainnya. Pengasuh Pondok Pesantren Al Khoziny, Abdus Salam Mujib, hanya bisa meminta maaf kepada wali santri dan menggambarkan insiden tersebut sebagai takdir Allah.
Mujib menegaskan bahwa kejadian itu disebabkan oleh ketidakkuatan penopang cor yang digunakan dalam tahap pembangunan. Dia menjelaskan bahwa insiden terjadi saat proses pengecoran terakhir di bagian atas gedung, menandakan kekurangan dalam perencanaan konstruksi yang tepat.
Bupati Sidoarjo, Subandi, mengakui bahwa bangunan tersebut tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB), dan menyayangkan banyak pesantren yang mengabaikan faktor perizinan dalam pembangunan. Hal ini menunjukkan adanya pelanggaran yang harus ditindaklanjuti.
Pelanggaran Hukum dan Tanggung Jawab Pembangunan
Tragedi ini menimbulkan pertanyaan mengenai pelanggaran hukum dalam pembangunan gedung, di mana seorang pakar hukum menyatakan bahwa seharusnya ada pihak yang bertanggung jawab atas insiden ini. Peristiwa yang menewaskan santri tersebut bukanlah akibat bencana alam, melainkan merupakan sebuah kelalaian yang jelas dapat dihindari.
Para ahli hukum meyakini bahwa polisi harus melakukan penyelidikan menyeluruh untuk merinci sebab musabab dari ambruknya gedung. Jika ditemukan kelalaian, pihak yang bertanggung jawab dalam pembangunan gedung seharusnya dapat dikenakan sanksi hukum berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Meskipun bisa jadi sulit untuk menetapkan tanggung jawab jika pembangunan dilakukan secara swadaya, ada harapan bahwa aparat penegak hukum dapat menemukan bukti-bukti yang mendukung dalam proses penyelidikan ini.
Proses Penegakan Hukum yang Diharapkan
Adanya harapan bahwa pelaku kelalaian akan dikenakan sanksi menurut Pasal 359 KUHP, yang mengatur tentang tindakan kelalaian yang menyebabkan kematian. Penegak hukum diharapkan tidak hanya menunggu pengaduan dari pihak korban, tetapi langsung bertindak untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan.
Kapolda Jawa Timur juga berjanji bahwa akan ada proses hukum yang menyusul setelah evakuasi seluruh korban selesai. Ditekankan bahwa fokus utama harus tetap pada penanganan kemanusiaan saat ini.
Proses hukum yang jelas akan memberikan sinyal kepada masyarakat bahwa kesalahan dalam pembangunan yang mengakibatkan kerugian jiwa tidak akan dibiarkan begitu saja. Hal ini penting agar tidak terjadi pengulangan insiden serupa di masa depan.
Tanggung Jawab Moral Pimpinan Pondok Pesantren
Dalam setiap insiden, terutama yang melibatkan jiwa manusia, ada tanggung jawab moral yang harus diemban oleh pimpinan lembaga. Sosiolog menjelaskan bahwa pimpinan pesantren harus bertanggung jawab atas kelalaian yang mengakibatkan tragedi ini. Ini bukan hanya tentang hukum, tetapi juga tentang nilai-nilai moral dalam menjaga keselamatan santri.
Menurut para ahli, mendirikan bangunan harus berlandaskan pada ilmu dan kepatuhan terhadap prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Konstruksi yang dibangun tanpa perhitungan yang tepat berisiko tinggi untuk mengalami kegagalan.
Kesadaran akan risiko di dunia konstruksi dan penggunaan spesifikasi yang tidak sesuai menyebabkan konsekuensi fatal. Oleh karena itu, ke depan, pihak-pihak terkait perlu memberikan perhatian lebih agar insiden serupa tidak terulang.
Pentingnya Keterlibatan Pemerintah dalam Pembinaan Pesantren
Terkait tragedi ini, pengamat pendidikan menyoroti bahwa pemerintah juga memiliki tanggung jawab dalam memastikan bahwa pesantren memenuhi standar yang layak. Selama ini, banyak pesantren yang kurang mendapatkan perhatian dalam hal fasilitas pendidikan yang memadai, sehingga berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari.
Dikatakan bahwa pemerintah perlu melakukan pendataan dan pengawasan terhadap pembangunan fasilitas pesantren agar tidak terjadi insiden insiden serupa. Ini adalah bagian dari tanggung jawab negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Beberapa menteri juga menyatakan keprihatinan mereka dan berencana menyelidiki lebih lanjut mengenai kondisi pesantren di Indonesia. Hal ini tentu menjadi langkah positif yang diharapkan bisa menghasilkan perubahan ke arah yang lebih baik.
Kesimpulannya, insiden ambruknya gedung di Pondok Pesantren Al Khoziny menjadi pelajaran penting bagi semua pihak. Penegakan hukum, tanggung jawab moral, serta keterlibatan pemerintah sangat diperlukan agar keselamatan dan kesejahteraan santri tetap terlindungi di masa mendatang.